kupang, GaharuNews.com – Diduga kredit take over PT. Budimas Pundinusa senilai Rp. 130 milyar di Bank NTT merupakan hasil rekayasa para debitur dan oknum pejabat Bank NTT.
Demikian informasi yang dihimpun tim investigasi media ini dari sumber yang sangat layak dipercaya, yang tau persis proses pencairan kredit tersebut.
Ia mengungkapkan, kredit PT. Budimas Pundinusa sangat tidak layak ditakeover oleh Bank NTT. “kredit PT. Budimas Pundinusa sangat tidak layak, jika diproses sesuai manual Kredit Bank NTT. Jadi, kalau sampai kredit itu dicairkan, pasti ada rekayasa yang melibatkan debitur dan oknum pejabat Bank NTT”, ungkapnya
Menurutnya, ada banyak kejanggalan dalam proses pengajuan kredit tersebut. Yang pertama Ternak sapi bukan lini atau basic bisnis PT. Budimas Pundinusa, Karena PT. Budimas Pundinusa bergerak dibidang perbengkelan dan bahan kimia.
Kedua, range sapi atau peternakan di Desa Oesao Kecamatan Kupang Timur, Kabupaten Kupang bukan milik PT. Budimas Pundinusa, tetapi saat dilakukan survey lokasi usaha oleh Bank NTT, Lokasi milik PT. Bumi Tirta tersebut yang diperiksa oleh petugas Bank NTT. ”itu Namanya bodong, Usaha Fiktif, hanya dijadikan kedok,” jelasnya
Ketiga, jaminan atau agunan Kredit yang diajukan PT. Budimas Pundinusa adalah milik pihak ketiga. “Mengapa bisa diloloskan dengan nilai kredit yang begitu besar? Bagaimana bisa dilelang kalau terjadi kredit macet Seperti saat ini?” bebernya.
Keempat, aset yang dijadikan agunan kredit berada diluar wilayah kerja Bank NTT atau diluar NTT.” harusnya mendapat persetujuan dewan direksi. Tetapi kenapa bisa lolos tanpa sepengetahuan dewan direksi?’ kritiknya
Berdasarkan hasil pemeriksaan Divisi Pengawasan dan SKAI yang ditandatangani oleh Kadiv Cristovel M. Adoe Nomor : 540/PDs/XII/2019 tertanggal 2 Desember 2019 yang ditujukan kepada Kepala Divisi Pemasaran Kredit Kecil dan Menengah, Perihal Pemberian Kredit atas nama PT. Budimas Pundinusa, menyampaikan tentang hasil pemeriksaan pemberian dan pengelolaan kredit kepada debitur a/n PT. Budimas Pundinusa/Ir. Arudji Wahyono, Plafon Kredit Rp. 100 Milyar, merincikan 11 (sebelas) masalah sebagai berikut :
1. Pemberian kredit kepada debitur dengan skim kredit kredit KMK RC Proyek yang tidak sesuai dengan karakteristik usaha debitur dimana saat ini (tahun 2019,red) debitur masih dalam proses perampungan sarana dan fasilitas penggemukan dan pembibitan sapi sehingga cash flow belum Nampak dan berdampak pada kemampuan membayar debitur.
2. Tidak terdapat dokumen kontrak pengerjaan proyek yang sedang dikerjakan debitur pada tahun 2019 khususnya terkait terkait fire Protection & Emergency Response Service dengan beberapa pelanggan/rekanan yakni PT. Chevron Pasific Indonesia dan PT. Sucofindo sebagai dasar analisa pengembalian/pembayaran angsuran Kredit.
3. Lokasi usaha pembibitan dan penggemukan sapi yang berada di Desa Oesao belum di-cover asuransi kebakaran sehingga dapat meminimalisir kerugian jika terjadi musibah kebakaran.
4. Lokasi usaha pembibitan dan penggemukan sapi yang berada di Desa Oesao tidak dijadikan sebagai agunan tambahan, sedangkan lokasi usaha tersebut yang menjamin kelangsungan usaha debitur terkait penggemukan dan pembibitan sapi.
5. Tidak terdapat study kelayakan dari 2 (dua) jenis usaha yang dibiayai oleh bank, sesuai manual Kredit Buku I Bab II Hal 7 Poin 2.9.3 “untuk permohonan kredit investasi yang pembiayaannya bersifat spesifik dalam hal teknis aplikasinya maka untuk study mitigasi risiko dapat disampaikan “feasibility study”.
6. Penarikan fasilitas KMK RC Proyek sebesar Rp. 48.000.000.000,- tidak disertai kontrak kerja antara debitur dan pihak pemberi kerja, hal ini untuk memastikan tujuan penggunaan kredit digunakan sesuai yang tercantum dalam LAK sehingga tidak terjadi penyalahgunaan tujuan kredit (sidestreaming).
7. Tidak terdapat laporan keuangan audited akuntan public yang terdaftar pada Kementrian Keuangan atau Otoritas Jasa Keuangan (OJK) atau Bank Indonesia (BI) yang digunakan sebagai dasar untuk menganalisa kemampuan financial debitur terkait kemampuan membayar debitur.
8. Tidak terdapat analisa 3 pilar yang menganalisa kelayakan usaha debitur yang dibiayai dari sisi prospek usaha, kinerja keuangan debitur dan ketepatan membayar sesuai SK Direksi No. 106 Tahun 2016 tanggal 30 September 2016 tentang Penentuan Kualitas Kredit Berdasarkan 3 Pilar Penilaian Kualitas Kredit PT. BPD NTT
9. Tidak terdapat Penjelasan yang memadai terkait hubungan antara pemilik agunan berupa 6 (enam) Sertifikat Hak Milik (SHM) No. 456,457,695,351,352,378 Seluruhnya atas nama GE Anawati Budianto dengan Direktur Utama PT. Budimas Pundinusa selaku debitur dan dituangkan dalam LAK.
10. Perjanjian kerja sama antara PD. Dharma Jaya dan PT. Flobamor tentang Pengadaan dan Jual Beli Sapi Nomor 36 SP.11.2019 hanya berlaku selama 1 (satu) tahun yaitu 1 Maret 2019 s/d 1 Maret 2020, sedangkan perjanjian Kerjasama antara PT. Budimas dan PT. Flobamor berlaku selama selama 5 (lima) Tahun yaitu dari 4 April 2019 s/d 4 April 2024, apabila perpanjangan kerja sama antara PT. Flobamor dan PD. Dharma Jaya tidak dilanjutkan, maka akan berdampak pada kemampuan membayar debitur
11. Telah terjadi perubahan AD/ARD pada PT. Budimas Pundinusa karena ada penambahan kegiatan usaha baru, tapi perubahan akta perusahaan tidak dilampirkan. Selain itu tidak terdapat ijin-ijin usaha debitur yang berkaitan dengan peternakan/perdagangan sapi yang terlampir adalah surat dari Dirut pada tanggal 2 April 2019, bukan Surat Keterangan Masih Dalam Proses Pengurusan oleh Notaris/Dinas/Instansi terkait yang membuat ijin atau akta dimaksud.
Seperti diberitakan sebelumnya (08/10), Heboh Kredit Macet Bank NTT 130 Milyar Hasil Take Over dari Bank Artha Graha dan berita (18/10) Sengkarut 130 M kredit Macet Bank NTT, Lahan di oesao tidak Lagi Dikelola PT. Budimas Pundinusa
“Kredit itu dicairkan pada awal April 2019, hanya diangsur 5 bulan, kemudian macet diakhir tahun 2019 (bulan November – Desember). Saat itu tunggakannya sudah mencapai sekitar Rp. 3,7 M. Kalau sekarang statusnya sudah Collect 5 atau macet total’. Ujar sumber yang enggan disebutkan namanya (IAGN/Tim)